Monday, September 16, 2019

Desain Logo Usang Kota Pekalongan

Sejarah Singkat Kota Pekalongan
Logo Lama Kota Pekalongan
Kota Pekalongan ialah salah satu kota di pesisir pantai utara Provinsi Jawa Tengah. Kota ini berbatasan dengan maritim jawa di utara, Kabupaten Pekalongan di sebelah selatan dan barat dan Kabupaten Batang di timur. Kota Pekalongan terdiri atas 4 kecamatan, yakni Pekalongan Utara, Pekalongan Barat, Pekalongan Selatan dan Pekalongan Timur. Kota Pekalongan terletak di jalur pantai Utara Jawa yang menghubungkan Jakarta-Semarang-Surabaya. Kota Pekalongan berjarak 384 km di timur Jakarta dan 101 km sebelah barat Semarang. Kota Pekalongan menerima julukan kota batik. Hal ini tidak terlepas dari sejarah bahwa semenjak puluhan dan ratusan tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah. Akibatnya batik Pekalongan menyatu bersahabat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan. Batik telah menjadi nafas penghidupan masyarakat Pekalongan dan terbukti tetap sanggup eksis dan tidak mengalah pada perkembangan jaman, sekaligus memperlihatkan keuletan dan keluwesan masyarakatnya untuk mengadopsi pemikiran-pemikiran baru.
Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun berdasarkan asumsi batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan berdasarkan data yang tercatat di Deperindag, motif batik itu ada yang dibuat 1802, menyerupai motif pohon kecil berupa materi baju.
Perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi sesudah perang Diponegoro atau perang Jawa pada tahun 1825-1830. Terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton Mataram serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan kawasan kerajaan terbesar ke Timur dan Barat. Di daerah-daerah gres itu mereka lalu menggembangkan batik. Ke arah timur berkembang dan menghipnotis batik yang ada di Mojokerto, Tulunggagung, hingga menyebar ke Gresik, Surabaya, dan Madura. Sedangkan ke barat berkembang di banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah berkembang sebelumnya semakin berkembang, Terutama di sekitar kawasan pantai sehingga Pekalongan kota, Buaran, Pekajangan, dan Wonopringgo.
Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan banyak sekali bangsa menyerupai Cina, Belanda, Arab, India, Melayu dan Jepang pada zaman lampau telah mewarnai dinamika pada motif dan tata warna seni batik. Sehingga tumbuh beberapa jenis motif batik hasil dampak budaya dari banyak sekali bangsa tersebut yang lalu sebagai motif khas dan menjadi  identitas batik Pekalongan. Motif Jlamprang diilhami dari Negeri India dan Arab. Motif Encim dan Klenengan, dipengaruhi oleh peranakan Cina. Motif Pagi-Sore dipengaruhi oleh orang Belanda, dan motif Hokokai tumbuh pesat pada masa pendudukan Jepang.
Kota Pekalongan mempunyai pelabuhan perikanan terbesar di Pulau Jawa. Pelabuhan ini sering menjadi transit dan area pelelangan hasil tangkapan maritim oleh para nelayan dari banyak sekali daerah. Selain itu Kota Pekalongan banyak terdapat perusahaan pengolahan hasil laut,seperti ikan asin, ikan asap, tepung ikan, terasi, sarden, dan kerupuk ikan, baik perusahaan bersekala besar maupun industri rumah tangga.
Kota Pekalongan populer dengan nuansa religiusnya, alasannya ialah lebih banyak didominasi penduduknya memeluk agama Islam. Ada beberapa moral tradisi di Pekalongan yang tidak dijumpai di kawasan lain semisal; syawalan, sedekah bumi, dan sebagainya. Syawalan ialah perayaan tujuh hari sesudah Idul Fitri dan disemarakkan dengan pemotongan lopis raksasa untuk lalu dibagi-bagikan kepada para pengunjung.

Nama Pekalongan hingga dikala ini belum terperinci asal-usulnya, belum ada prasasti atau dokumen lainnya yang sanggup dipertanggungjawabkan, yang ada hanya berupa dongeng rakyat atau legenda. Dokumen tertua yang menyebut nama Pekalongan ialah Keputusan Pemerintah Hindia Belanda (Gouvernements Besluit) Nomer 40 tahun 1931:nama Pekalongan diambil dari kata “Halong” (dapat banyak) dan dibawah simbul kota tertulis “Pek-Alongan”.
Kemudian berdasarkan keputusan DPRD Kota  Besar Pekalongan tanggal 29 januari 1957 dan Tambahan Lembaran  daerah Swatantra Tingkat I Jawa Tengah tanggal 15 Desember 1958, Serta persetujuan Pepekupeda Teritorium 4 dengan SK Nomer KTPS-PPD/00351/II/1958:nama Pekalongan berasal dari kata “A-Pek-Halong-An” yang berarti pengangsalan (Pendapatan).
Pada masa VOC (abad XVII) dan pemerintahan Kolonial Hindia Belanda, sistem Pemerintahan oleh orang pribumi tetap dipertahankan. Dalam hal ini Belanda memilih kebijakan dan prioritas, sedangkan penguasa pribumi ini oleh VOC diberi gelar Regant (Bupati). Pda masa ini, Jawa Tengah dan jawa Timur  dibagi menjadi 36 kabupaten Dengan sistem Pemerintahan Sentralistis
Pada kurun XIX dilakukan pembaharuan pemerintahan dengan dikeluarkannya Undang-Undang tahun 1954 yang membagi Jawa menjadi beberapa Gewest/Residensi. Setiap Gewest meliputi beberapa afdelling (setingkat kabupaten) yang dipimpin oleh ajun Residen, Distrik (Kawadenan) yang dipimpin oleh Controleur, dan Onderdistrict (Setinkat kecamatan) yang dipimpin Aspiran Controleur.
Di wilayah jawa Tengah terdapat lima Gewest, Yaitu:
  1. Semarang gewest yang terdiri dari semarang, Kendal, Demak, Kudus, Pati, Jepara dan Grobongan.
  2. Rembang Gewest yang terdiri dari Rembang, Blora, Tuban, dan Bojonegoro
  3. Kedu Gewest yang terdiri dari Magelang,Temanggung,Wonosobo,Purworejo,Kutoarjo, Kebumen,dan karanganyar.
  4. Banyumas Gewest yang terdiri dari Banyumas, Purwokerto, Cilacap, Banjarnegara, dan Purbalingga.
  5. Pekalongan gewest terdiri dari Breber, Tegal, Pemalang, Pekalongan, Batang.
Pada pertengahan kurun XIX dikalangan kaum liberal Belanda muncul ajaran etis-selanjutnya dikenal sebagai Politik Etis – yang menyerukan Program Desentralisasi Kekuasaan Administratip yang menawarkan hak otonomi kepada setiap Karesidenan (Gewest) dan Kota Besar (Gumentee) serta pemmbentukan dewan-dewan kawasan di wilayah administratif tersebut. Pemikiran kaum liberal ini ditanggapi oleh Pemerintah Kerajaan Belanda dengan dikeluarkannya Staatbland Nomer 329 Tahun 1903 yang menjadi dasar aturan santunan hak otonomi kepada setiap residensi (gewest); dan untuk Kota Pekalongan, hak otonomi ini diatur dalam Staatblaad Nomer 124 tahun 1906 tanggal 1 April 1906 wacana Decentralisatie Afzondering van Gelmiddelen voor de Hoofplaatss Pekalongan uit de Algemenee Geldmiddelen de dier Plaatse yang berlaku semenjak tanggal ditetapkan.
Pada tanggal 8 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menandatangani penyerahan kekuasaan kepada tentara Jepang. Jepang menghapus keberadaan dewan-dewan daerah, sedangkan Kabupaten dan Kotamadya diteruskan dan hanya menjalankan pemerintahan dekonsentrasi.
Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus oleh dwitunggal Soekarno-Hata di Jakarta, ditindaklanjuti rakyat Pekalongan dengan mengangkat senjata  untuk merebut markas tentara Jepang pada tanggal 3 Oktober 1945. Perjuangan ini berhasil, sehingga pada tanggal 7 Oktober 1945 Pekalongan bebas dari tentara Jepang.
Secara yuridis formal, Kota Pekalongan dibuat berdasarkan Undang-Undang Nomer 16 Tahun 1950 tanggal 14 Agustus 1950 wacana Pembentukan Daerah Kota Besar dalam lingkungan Jawa Barat/Jawa Tengah/Jawa Timur dan Daerah spesial Jogjakarta. Selanjutnya dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 wacana Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, maka Pekalongan berubah sebutannya menjadi Kotamadya Dati II Pekalongan.
Terbitnya PP Nomer 21 Tahun 1988 tanggal 5 Desember 1988 dan ditinjaklanjuti dengan Inmendagri Nomor 3 Tahun 1989 merubah batas wilayah Kotamadya Dati II Pekalongan sehingga luas daerahnya berubah dari 1.755 Ha menjadi 4.465,24 Ha dan terdiri dari 4 Kecamatan, 22 desa dan 24 kelurahan.
Sejalan dengan era reformasi yang menuntut adanya reformasi disegala bidang, diterbitkan PP Nomer 22 Tahun 1999 wacana Pemerintahan Daerah dan PP Nomer 32 Tahun 2004 yang mengubah sebutan Kotamadya Dati II Pekalongan menjadi Kota Pekalongan.

0 comments:

Post a Comment

 

Resources

Travel

Labels