Logo Lama Kota Surabaya |
Peranan Surabaya sebagai kota pelabuhan sangat penting semenjak lama. Saat itu sungai Kalimas merupakan sungai yang dipenuhi perahu-perahu yang berlayar menuju pelosok Surabaya.
Kota Surabaya juga sangat berkaitan dengan revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia. Sejak penjajahan Belanda maupun Jepang, rakyat Surabaya (Arek Suroboyo) bertempur habis-habisan untuk merebut kemerdekaan. Puncaknya pada tanggal 10 Nopember 1945, Arek Suroboyo berhasil menduduki Hotel Oranye (sekarang Hotel Mojopahit) yang dikala itu menjadi simbol kolonialisme. Karena kegigihannya itu, maka setiap tanggal 10 Nopember, Indonesia memperingatinya sebagai hari Pahlawan.
Bukti sejarah menyampaikan bahwa Surabaya sudah ada jauh sebelum zaman kolonial, ibarat yang tercantum dalam prasasti Trowulan I berangka 1358 M. Dalam prasasti tersebut terungkap bahwa Surabaya (Churabhaya) masih berupa desa ditepian sungai Berantas sebagai salah satu tempat penyeberangan penting sepanjang sungai tersebut.
Surabaya (Churabhaya) juga tercantum dalam pujasastra Negara Kertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca ihwal perjalanan pesiar baginda Hayam Wuruk pada tahun 1385 M dalam pupuh XVII (bait ke 5, baris terakhir)
Walaupun bukti tertulis tertua mencantumkan nama Surabaya berangka tahun 1358 M Pprasasti Trowulan) dan 1365 M (Negara Kertagama), para andal mengira bahwa Surabaya sudah ada sebelum tahun-tahun tersebut.
Menurut hipotesis Von Faber, Surabaya didirikan tahun 1275 M oleh Raja Kertanegara sebagai tempat pemukiman gres bagi prajuritnya yang berhasil menumpas pemberontakan Kemuruhan tahun 1270 M. Hipotesis yang lain menyampaikan bahwa Surabaya dulu berjulukan Ujung Galuh.
Versi lain menyampaikan bahwa nama Surabaya berasal dari dongeng ihwal perkelahian hidup dan mati Adipati Jayengrono dan Sawunggaling. Konon sesudah mengalahkan tentara Tartar, Raden Wijaya mendirikan sebuah Keraton di Ujung Galuh dan menempatkan Adipati Jayengrono untuk memimpin kawasan itu. Lama-lama alasannya menguasai ilmu Buaya, Jayengrono makin berpengaruh dan berdikari sehingga mengancam kedaulatan Majapahit. Untuk menaklukkan Jayengrono diutuslah Sawunggaling yang menguasai ilmu Sura. Adu kekuatan dilakukan dipinggir sungai Kalimas bersahabat Peneleh. Perkelahian tabrak kesaktian itu berlangsung selama tujuh hari tujuh malam dan berakhir dengan tragis, alasannya keduanya meninggal kehabisan tenaga.
Kata “ SURABAYA “ juga sering diartikan secara filosofis sebagai lambang usaha antara darat dan air, antara tanah dan air. Selain itu dari kata Surabaya juga muncul mitos pertempuran antara ikan Suro (Sura) dan Boyo (Baya atau Buaya), yang menjadikan dugaan bahwa nama Surabaya muncul sesudah terjadinya peperangan antara ikan Sura dan Buaya (Baya)
Supaya tidak menjadikan kesimpang-siuran dalam masyarakat maka Walikotamdya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya, dijabat oleh Bapak Soeparno, mengeluarkan Surat Keputusan No. 64/WK/75 ihwal penetapan hari jadi kota Surabaya. Surat Keputusan tersebut memutuskan tanggal 31 Mei 1293 sebagai tanggal hari jadi kota Surabaya. Tanggal tersebut ditetapkan atas komitmen sekelompok sejarahwan yang dibuat oleh pemkot bahwa nama Surabaya berasal dari kata “Sura ing Bhaya” yang berarti “ Keberanian menghadapi ancaman “ diambil dari babak dikalahkannya pasukan Mongol oleh pasukan Jawa pimpinan Raden Wijaya pada tanggal 31 Mei 1293.
Tentang simbol kota Surabaya yang berupa ikan Sura dan Buaya terdapat aneka macam cerita. Salah satu yang populer ihwal pertarungan ikan Sura dan Buaya diceritakan oleh LCR. Breeman seorang pimpinan Nutspaarbank di Surabaya pada tahun 1918.
Masih banyak dongeng lain ihwal makna dan semangat Surabaya. Semuanya mengilhami pembuatan lambang-lambang Kota Surabaya. Lambang kota Surabaya yang berlaku hingga dikala ini ditetapkan oleh DPDRS kota besar Surabaya yang keputusan No. 34/DPRS tanggal 19 Juni 1955 diperkuat dengan Keputusan Presiden R.I No. 193 tahun 1955 tanggal 14 Desember 1956.
0 comments:
Post a Comment