Thursday, October 3, 2019

Desain Logo Kota Tangerang

Logo Kota Tangerang
Kota Tangerang yaitu sebuah kota yang terletak di Provinsi Banten, Indonesia, sempurna di sebelah barat kota Jakarta, serta dikelilingi oleh Kabupaten Tangerang di sebelah selatan, barat, dan timur. Tangerang merupakan kota terbesar di Provinsi Banten serta ketiga terbesar di tempat perkotaan Jabotabek sehabis Jakarta.
Kota Tangerang terdiri atas 13 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah 104 kelurahan. Dahulu Tangerang merupakan cuilan dari wilayah Kabupaten Tangerang, kemudian ditingkatkan statusnya menjadi kota administratif, dan akhirnya ditetapkan sebagai kotamadya pada tanggal 27 Februari 1993. Sebutan 'kotamadya' diganti dengan 'kota' pada tahun 2001.
Tangerang yaitu sentra manufaktur dan industri di pulau Jawa dan mempunyai lebih dari 1000 pabrik. Banyak perusahaan-perusahaan internasional yang mempunyai pabrik di kota ini. Tangerang mempunyai cuaca yang cenderung panas dan lembap, dengan sedikit hutan atau cuilan geografis lainnya. Kawasan-kawasan tertentu terdiri atas rawa-rawa, termasuk tempat di sekitar Bandara Internasional Soekarno-Hatta.

Dalam beberapa tahun terakhir, ekspansi urban Jakarta mencakup Tangerang, dan alhasil banyak penduduknya yang berkomuter ke Jakarta untuk kerja, atau sebaliknya. Banyak kota-kota satelit kelas menengah dan kelas atas sedang dan telah dikembangkan di Tangerang, lengkap dengan sentra perbelanjaan, sekolah swasta dan mini market. Pemerintah bekerja dalam menyebarkan sistem jalan tol untuk mengakomodasikan arus kemudian lintas yang semakin banyak ke dan dari Tangerang. Tangerang dahulu yaitu cuilan dari Provinsi Jawa Barat yang semenjak tahun 2000 memisahkan diri dan menjadi cuilan dari provinsi Banten.
Tangerang juga mempunyai jumlah komunitas Tionghoa yang cukup signifikan, banyak dari mereka yaitu adonan Cina Benteng. Mereka didatangkan sebagai buruh oleh kolonial Belanda pada masa ke 18 dan 19, dan kebanyakan dari mereka tetap berprofesi sebagai buruh dan petani. Budaya mereka berbeda dengan komunitas Tionghoa lainnya di Tangerang: saat hampir tidak satupun dari mereka yang berbicara dengan aksen Mandarin, mereka yaitu pemeluk Taoisme yang berpengaruh dan tetap menjaga tempat-tempat ibadah dan pusat-pusat komunitas mereka. Secara etnis, mereka tercampur, namun menyebut diri mereka sebagai Tionghoa. Banyak makam Tionghoa yang berlokasi di Tangerang, kebanyakan kini telah dikembangkan menjadi tempat sub-urban menyerupai Lippo Village.

Kawasan pecinan Tangerang berlokasi di Pasar Lama, Benteng Makassar, Kapling dan Karawaci (bukan Lippo Village), dan Poris. Orang-orang sanggup menemukan makanan dan barang-barang berkhas China. Lippo Village yaitu lokasi permukiman baru. Kebanyakan penduduknya yaitu pendatang, bukan orisinil Cina Benteng.
Untuk mengungkapkan asal-usul tangerang sebagai kota "Benteng", diharapkan catatan yang menyangkut perjuangan. Menurut sari goresan pena F. de Haan yang diambil dari arsip VOC,resolusi tanggal 1 Juni 1660 dilaporkan bahwa Sultan Banten telah menciptakan negeri besar yang terletak di sebelah barat sungai Untung Jawa, dan untuk mengisi negeri gres tersebut Sultan Banten telah memindahkan 5 hingga 6.000 penduduk.

Kemudian dalam Dag Register tertanggal 20 Desember 1668 diberitakan bahwa Sultan Banten telah mengangkat Radin Sina Patij dan Keaij Daman sebagai penguasa di daerah gres tersebut. Karena dicurigai akan merebut kerajaan, Raden Sena Pati dan Kyai Demang dipecat Sultan. Sebagai gantinya diangkat Pangeran Dipati lainnya. Atas pemecatan tersebut Ki Demang sakit hati. Kemudian tindakan selanjutnya ia mengadu domba antara Banten dan VOC. Tetapi ia terbunuh di Kademangan.

Dalam arsip VOC selanjutnya, yaitu dalam Dag Register tertanggal 4 Maret 1980 menjelaskan bahwa penguasa Tangerang pada waktu itu yaitu Keaij Dipattij Soera Dielaga. Kyai Soeradilaga dan putranya Subraja minta tunjangan kompeni dengan diikuti 143 pengiring dan tentaranya (keterangan ini terdapat dalam Dag Register tanggal 2 Juli 1982). Ia dan pengiringnya saat itu diberi tempat di sebelah timur sungai, berbatasan dengan pagar kompeni.

Ketika bertempur dengan Banten, ia beserta jago perangnya berhasil memukul mundur pasikan Banten. Atas jasa keunggulannya itu kemudian ia diberi gelar kehormatan Raden Aria Suryamanggala, sedangkan Pangerang Subraja diberi gelar Kyai Dipati Soetadilaga. Selanjutnya Raden Aria Soetadilaga diangkat menjadi Bupati Tangerang I dengan wilayah mencakup antara sungai Angke dan Cisadane. Gelar yang digunakannya yaitu Aria Soetidilaga I. Kemudian dengan perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 17 April 1684, Tangerang menjadi kekuasaan kompeni, Banten tidak mempunyai hak untuk campur tangan dalam mengatur tata pemerintahan di Tangerang. Salah satu pasal dari perjanjian tersebut berbunyi: "Dan harus diketahui dengan niscaya sejauh mana batas-batas daerah kekuasaan yang semenjak masa kemudian telah dimaklumi maka akan tetap ditentukan yaitu daerah yang dibatasi oleh sungai Untung Jawa atau Tangerang dari pantai Laut Jawa hingga pegunungan-pegunungan sejauh pedoman sungai tersebut dengan kelokan-kelokannya dan kemudian berdasarkan garis lurus dari daerah Selatan hingga utara hingga Laut Selatan. Bahwa semua tanah disepanjang Untung Jawa atau Tangerang akan menjadi milik atau ditempati kompeni"

Dengan adanya perjanjian tersebut daerah kekuasaan bupati bertambah luas hingga sebelah barat sungai Tangerang. Untuk mengawasi Tangerang maka dipandang perlu menambah pos-pos penjagaan di sepanjang perbatasan sungai Tangerang, sebab orang-orang Banten selalu menekan penyerangan secara tiba-tiba. Menurut peta yang dibentuk tahun 1962, pos yang paling renta terletak di muara sungai Mookervaart, tepatnya disebelah utara Kampung Baru. Namun kemudian saat didirikan pos yang baru, bergeserlah letaknya ke sebelah Selatan atau tepatnya di muara sungai Tangerang.

Menurut arsip Gewone Resolutie Van hat Casteel Batavia tanggal 3 April 1705 ada planning merobohkan bangunan-bangunan dalam pos sebab hanya berdinding bambu. Kemudian bangunannya diusulkan diganti dengan tembok. Gubernur Jenderal Zwaardeczon sangat menyetujui anjuran tersbut, bahkan diinstruksikan untuk menciptakan pagar tembok mengelilingi bangunan-bangunan dalam pos penjagaan. Hal ini dimaksudkan supaya orang Banten tidak sanggup melaksanakan penyerangan. Benteng gres yang akan dibangun untuk ditempati itu direncanakan punya ketebalan dinding 20 kaki atau lebih. Disana akan ditempatkan 30 orang Eropa dibawah pimpinan seorang Vandrig(Peltu) dan 28 orang Makasar yang akan tinggal diluar benteng. Bahan dasar benteng yaitu watu bata yang diperoleh dari Bupati Tangerang Aria Soetadilaga I.

Setelah benteng selesai dibangun personilnya menjadi 60 orang Eropa dan 30 orang hitam. Yang dikatakan orang hitam yaitu orang-orang Makasar yang direkrut sebagai serdadu kompeni. Benteng ini kemudian menjadi basis kompeni dalam menghadapi pemberontakan dari Banten. Kemudian pada tahun 1801, diputuskan untuk memperbaiki dan memperkuat pos atau garnisun itu, dengan letak bangunan gres 60 roeden agak ke tenggara, tepatnya terletak disebelah timur Jalan Besar pal 17. Orang-orang pribumi pada waktu itu lebih mengenal bangunan ini dengan sebutan "Benteng". Sejak itu, Tangerang populer dengan sebutan Benteng. Benteng ini semenjak tahun 1812 sudah tidak terawat lagi, bahkan berdasarkan "Superintendant of Publik Building and Work" tanggal 6 Maret 1816 menyatakan: "...Benteng dan barak di Tangerang kini tidak terurus, tak seorangpun mau melihatnya lagi. Pintu dan jendela banyak yang rusak bahkan diambil orang untuk kepentingannya" taken from website kota tangerang

0 comments:

Post a Comment

 

Resources

Travel

Labels