Friday, October 25, 2019

Desain Logo Kota Salatiga

LOGO KABUPATEN SALATIGA
Berdasarkan Perda Kotamadya Salatiga Nomor 5 Tahun 1997, makna lambang tempat dibagi menjadi dua macam yaitu:

1. Makna warna dalam lambang daerah:

  • Putih: berarti kejujuran / kesucian

  • Kuning Emas: berarti keluhuran / keagungan / kemulian/ kejayaan

  • Hijau: berarti kemakmuran

  • Biru: berarti kedamaian

  • Hitam: berarti keabadian / keteguhan

  • Merah: berarti keberanian



    2. Makna bentuk dan motif yang terkandung dalam lambang daerah:

  • Bentuk Perisai:
    melambangkan pertahanan dan ketahanan wilayah / daerah.

  • Lukisan dasar tanpa batas berwarna biru laut:
    melambangkan kesetiaan.

  • Bintang bersudut lima berwarna kuning emas yang disebut "Nur Cahaya":
    melambangkan bahwa rakyat Salatiga yaitu manusia yang percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.

  • Lukisan Sadak Kinang:
    melambangkan kesuburan tempat Salatiga dan sumber kekuatan.

  • Lukisan dua buah gunung yang berhimpit menjadi satu:
    melambangkan bersatunya rakyat dengan Pemerintah Daerah, disamping melambangkan Kota Salatiga berada di tempat pegunungan yang berhawa sejuk.

  • Lukisan Padi dan Kapas:
    melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Salatiga, sedangkan jumlah biji padi 24 buah dan daun kelopak bunganya berjumlah 7, melambangkan tanggal dan bulan hari jadi Kota Salatiga.

  • Lukisan Patung Ganesa:
    melambangkan peranan dan fungsi Salatiga sebagai kota pendidikan.

  • Susunan Batu Bata:
    melambangkan status Kota / Kotamadya; sedangkan 4 lekukan serta 5 kubu proteksi melambangkan diproklamasikannya kemerdekaan Republik Indonesia pada Tahun 1945.

  • Pita dengan goresan pena "SRIR ASTU SWASTI PRAJABHYAH":
    mempunyai makna "Semoga Bahagia Selamatlah Rakyat Sekalian".

  • Diatas lambang bertuliskan "SALATIGA":
    menyatakan bahwa lambang ini yaitu milik Daerah Kota Salatiga.

    Komposisi ukuran panjang dan lebar lambang mempunyai perbandingan 4,3 banding 3,2.
    Dalam Pasal 4 Perda tersebut, dijelaskan bahwa Lambang Daerah wajib dipasang di tempat-tempat kehormatan dan menjadi sentra perhatian sebagai Panji-panji, Lencana, Cap, Kop Kertas Surat, atau Tanda Pajak.
    Dalam Pasal 5 tersurat adanya larangan mempergunakan Lambang Daerah yang oleh Walikota Kepala Daerah dianggap merendahkan atau tidak menghormati Lambang Daerah.
    Sedangkan dalam pasal 6 berisi bahaya eksekusi pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan bagi pelanggaran ketentuan Pasal 5 tersebut.
    Ada beberapa sumber yang dijadikan dasar untuk mengungkapkan asal-usul Salatiga, yaitu yang berasal dari kisah rakyat, prasasti, maupun penelitian dan kajian yang cukup detail. Dari beberapa sumber tersebut Prasasti Plumpungan-lah yang dijadikan dasar asal-usul Kota Salatiga. Berdasarkan prasasti ini Hari Kaprikornus Kota Salatiga dibakukan, yakni tanggal 24 Juli tahun 750 Masehi ditetapkan dengan perda Tingkat II Nomor 15 Tahun 1995 Tentang Hari Kaprikornus Kota Salatiga.

    1. Prasasti Plumpungan

    Cikal bakal lahirnya Salatiga tertulis dalam watu besar berjenis andesit berukuran panjang 170cm, lebar 160cm dengan garis lingkar 5 meter yang selanjutnya disebut prasasti Plumpungan.
    Berdasarkan Prasasti yang berada di Dukuh Plumpungan, Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo itu, maka Salatiga sudah ada semenjak tahun 750 Masehi, yang ada pada ketika itu merupakan wilayah Perdikan. Sejarahwan yang sekaligus hebat Epigraf Dr. J. G. de Casparis mengalihkan goresan pena tersebut secara lengkap yang selanjutnya disempurnakan oleh Prof. Dr. R. Ng Poerbatjaraka.
    Prasasti Plumpungan berisi ketetapan aturan perihal status tanah perdikan atau swatantra bagi suatu tempat yang ketika itu berjulukan Hampra, yanng kini berjulukan Salatiga. Pemberian perdikan tersebut merupakan hal yang istimewa pada masa itu oleh seorang raja dan tidak setiap tempat kekuasaan dapat dijadikan tempat Perdikan.
    Perdikan berarti suatu tempat dalam kerajaan tertentu yang dibebaskan dari segala kewajiban pembayaran pajak atau upeti alasannya mempunyai kekhususan tertentu. Dasar pemberian tempat perdikan itu diberikan kepada desa atau tempat yang benar-benar berjasa kepada seorang raja.
    Prasasti yang diperkirakan dibuat pada Jumat, 24 Juli tahun 750 Masehi itu, ditulis oleh seorang Citraleka, yang kini dikenal dengan sebutan penulis atau pujangga, dibantu oleh sejumlah pendeta atau resi dan ditulis dalam bahasa jawa kuno: "Srir Astu Swasti Prajabyah" yang berarti "Semoga Bahagia, Selamatlah Rakyat Sekalian".
    Sejarahwan memperkirakan, bahwa masyarakat Hampra telah berjasa kepada Raja Bhanu yang merupakan seorang raja besar dan sangat memperhatikan rakyatnya, yang mempunyai tempat kekuasaan mencakup sekitar Salatiga, Kabupaten Semarang, Ambarawa, dan Kabupaten Boyolali. Penetapan di dalam prasasti itu merupakan titik tolak berdirinya tempat Hampra secara resmi sebagai tempat Perdikan dan dicatat dalam prasasti Plumpungan. Atas dasar catatan prasasti itulah dan dikuatkan dengan Perda No. 15 tahun 1995 maka ditetapkan Hari Kaprikornus Kota Salatiga jatuh pada tanggal 24 Juli.

    2. Zaman Penjajahan

    Pada zaman penjajahan Belanda telah cukup terang batas dan status Kota Salatiga, menurut Staatblad 1917 No. 266 mulai 1 Juli 1917 didirikan Stood Gemente Salatiga yang wilayahnya terdiri dari 8 desa. alasannya pemberian faktor geografis, udara sejuk dan letaknya sangat strategis, maka Salatiga cukup dikenal keindahannya di masa penjajahan Belanda.

    3. Zaman Kemerdekaan

    Kota Salatiga yaitu Staat Gemente yang dibuat menurut Staatblad 1923 No. 393 yang lalu dicabut dengan Undang-Undang No. 17 tahun 1995 perihal Pembentukan Daerah-Daerah Kecil Dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa Barat.
    Ditinjau dari segi administratif pemerintah dikaitkan dengan kondisi fisik dan fungsi Kotamadya Daerah Tingkat II, keberadaan Daerah Tingkat II Salatiga yang mempunyai luas 17,82 km dengan 75% luasnya merupakan wilayah terbangun yaitu tidak efektif.
    Berdasarkan kesadaran bersama dan didorong kebutuhan areal pembangunan demi pengembangan daerah, muncul gagasan mengadakan pemekaran wilayah yang dirintis tahun 1983. Kemudian terealisir tahun 1992 dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1992 yang memutuskan luas wilayah Salatiga menjadi 5.898 Ha dengan 4 Kecamatan yang terdiri dari 22 Kelurahan.
    Berdasarkan amanat Undang-Undang No. 22 tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, Kotamadya Daerah Tingkat II Salatiga berubah penyebutannya menjadi Kota Salatiga
    dikutip dari : http://www.pemkot-salatiga.go.id

    0 comments:

    Post a Comment

     

    Resources

    Travel

    Labels